Jumat, 29 Maret 2013


MAKNA TAUHID
Tauhid secara bahasa arab merupakan bentuk masdar dari fi’il wahhada-yuwahhidu (dengan huruf ha di tasydid), yang artinya menjadikan sesuatu satu saja. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata: “Makna ini tidak tepat kecuali diikuti dengan penafian. Yaitu menafikan segala sesuatu selain sesuatu yang kita jadikan satu saja, kemudian baru menetapkannya” (Syarh Tsalatsatil Ushul, 39).
Secara istilah syar’i, makna tauhid adalah menjadikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan yang benar dengan segala kekhususannya (Syarh Tsalatsatil Ushul, 39). Dari makna ini sesungguhnya dapat dipahami bahwa banyak hal yang dijadikan sesembahan oleh manusia, bisa jadi berupa Malaikat, para Nabi, orang-orang shalih atau bahkan makhluk Allah yang lain, namun seorang yang bertauhid hanya menjadikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan saja.
Pembagian Tauhid
Dari hasil pengkajian terhadap dalil-dalil tauhid yang dilakukan para ulama sejak dahulu hingga sekarang, mereka menyimpulkan bahwa ada tauhid terbagi menjadi tiga: Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah dan Tauhid Al Asma Was Shifat.
Yang dimaksud dengan Tauhid Rububiyyah adalah mentauhidkan Allah dalam kejadian-kejadian yang hanya bisa dilakukan oleh Allah, serta menyatakan dengan tegas bahwa Allah Ta’ala adalah Rabb, Raja, dan Pencipta semua makhluk, dan Allahlah yang mengatur dan mengubah keadaan mereka. (Al Jadid Syarh Kitab Tauhid, 17). Meyakini rububiyah yaitu meyakini kekuasaan Allah dalam mencipta dan mengatur alam semesta, misalnya meyakini bumi dan langit serta isinya diciptakan oleh Allah, Allahlah yang memberikan rizqi, Allah yang mendatangkan badai dan hujan, Allah menggerakan bintang-bintang, dll. Di nyatakan dalam Al Qur’an:
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَجَعَلَ الظُّلُمَاتِ وَالنُّورَ
Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dan Mengadakan gelap dan terang” (QS. Al An’am: 1)
Dan perhatikanlah baik-baik, tauhid rububiyyah ini diyakini semua orang baik mukmin, maupun kafir, sejak dahulu hingga sekarang. Bahkan mereka menyembah dan beribadah kepada Allah. Hal ini dikhabarkan dalam Al Qur’an:

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَهُمْ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ
Sungguh jika kamu bertanya kepada mereka (orang-orang kafir jahiliyah), ’Siapa yang telah menciptakan mereka?’, niscaya mereka akan menjawab ‘Allah’ ”. (QS. Az Zukhruf: 87)
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ
Sungguh jika kamu bertanya kepada mereka (orang-orang kafir jahiliyah), ’Siapa yang telah menciptakan langit dan bumi serta menjalankan matahari juga bulan?’, niscaya mereka akan menjawab ‘Allah’ ”. (QS. Al Ankabut 61)
Oleh karena itu kita dapati ayahanda dari Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bernama Abdullah, yang artinya hamba Allah. Padahal ketika Abdullah diberi nama demikian, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam tentunya belum lahir.
Adapun yang tidak mengimani rububiyah Allah adalah kaum komunis atheis. Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu berkata: “Orang-orang komunis tidak mengakui adanya Tuhan. Dengan keyakinan mereka yang demikian, berarti mereka lebih kufur daripada orang-orang kafir jahiliyah” (Lihat Minhaj Firqotin Najiyyah)
Pertanyaan, jika orang kafir jahiliyyah sudah menyembah dan beribadah kepada Allah sejak dahulu, lalu apa yang diperjuangkan oleh Rasulullah dan para sahabat? Mengapa mereka berlelah-lelah penuh penderitaan dan mendapat banyak perlawanan dari kaum kafirin? Jawabannya, meski orang kafir jahilyyah beribadah kepada Allah mereka tidak bertauhid uluhiyyah kepada Allah, dan inilah yang diperjuangkan oleh Rasulullah dan para sahabat.
Tauhid Uluhiyyah adalah mentauhidkan Allah dalam segala bentuk peribadahan baik yang zhahir maupun batin (Al Jadid Syarh Kitab Tauhid, 17). Dalilnya:
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan” (Al Fatihah: 5)
Sedangkan makna ibadah adalah semua hal yang dicintai oleh Allah baik berupa perkataan maupun perbuatan. Apa maksud ‘yang dicintai Allah’? Yaitu segala sesuatu yang telah diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya, segala sesuatu yang dijanjikan balasan kebaikan bila melakukannya. Seperti shalat, puasa, bershodaqoh, menyembelih. Termasuk ibadah juga berdoa, cinta, bertawakkal, istighotsah dan isti’anah. Maka seorang yang bertauhid uluhiyah hanya meyerahkan semua ibadah ini kepada Allah semata, dan tidak kepada yang lain. Sedangkan orang kafir jahiliyyah selain beribadah kepada Allah mereka juga memohon, berdoa, beristighotsah kepada selain Allah. Dan inilah yang diperangi Rasulullah, ini juga inti dari ajaran para Nabi dan Rasul seluruhnya, mendakwahkan tauhid uluhiyyah. Allah Ta’ala berfirman:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
Sungguh telah kami utus Rasul untuk setiap uumat dengan tujuan untuk mengatakan: ‘Sembahlah Allah saja dan jauhilah thagut‘” (QS. An Nahl: 36)
Syaikh DR. Shalih Al Fauzan berkata: “Dari tiga bagian tauhid ini yang paling ditekankan adalah tauhid uluhiyah. Karena ini adalah misi dakwah para rasul, dan alasan diturunkannya kitab-kitab suci, dan alasan ditegakkannya jihad di jalan Allah. Semua itu adalah agar hanya Allah saja yang disembah, dan agar penghambaan kepada selainNya ditinggalkan” (Lihat Syarh Aqidah Ath Thahawiyah).
Perhatikanlah, sungguh aneh jika ada sekelompok ummat Islam yang sangat bersemangat menegakkan syariat, berjihad dan memerangi orang kafir, namun mereka tidak memiliki perhatian serius terhadap tauhid uluhiyyah. Padahal tujuan ditegakkan syariat, jihad adalah untuk ditegakkan tauhid uluhiyyah. Mereka memerangi orang kafir karena orang kafir tersebut tidak bertauhid uluhiyyah, sedangkan mereka sendiri tidak perhatian terhadap tauhid uluhiyyah??
Sedangkan Tauhid Al Asma’ was Sifat adalah mentauhidkan Allah Ta’ala dalam penetapan nama dan sifat Allah, yaitu sesuai dengan yang Ia tetapkan bagi diri-Nya dalam Al Qur’an dan Hadits Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam. Cara bertauhid asma wa sifat Allah ialah dengan menetapkan nama dan sifat Allah sesuai yang Allah tetapkan bagi diriNya dan menafikan nama dan sifat yang Allah nafikan dari diriNya, dengan tanpa tahrif, tanpa ta’thil dan tanpa takyif (Lihat Syarh Tsalatsatil Ushul). Allah Ta’ala berfirman yang artinya:
وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا
Hanya milik Allah nama-nama yang husna, maka memohonlah kepada-Nya dengan menyebut nama-nama-Nya” (QS. Al A’raf: 180)
Tahrif adalah memalingkan makna ayat atau hadits tentang nama atau sifat Allah dari makna zhahir-nya menjadi makna lain yang batil. Sebagai misalnya kata ‘istiwa’ yang artinya ‘bersemayam’ dipalingkan menjadi ‘menguasai’.
Ta’thil adalah mengingkari dan menolak sebagian sifat-sifat Allah. Sebagaimana sebagian orang yang menolak bahwa Allah berada di atas langit dan mereka berkata Allah berada di mana-mana.
Takyif adalah menggambarkan hakikat wujud Allah. Padahal Allah sama sekali tidak serupa dengan makhluknya, sehingga tidak ada makhluk yang mampu menggambarkan hakikat wujudnya. Misalnya sebagian orang berusaha menggambarkan bentuk tangan Allah,bentuk wajah Allah, dan lain-lain.
Adapun penyimpangan lain dalam tauhid asma wa sifat Allah adalah tasybih dan tafwidh.
Tasybih adalah menyerupakan sifat-sifat Allah dengan sifat makhluk-Nya. Padahal Allah berfirman yang artinya:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
Tidak ada sesuatupun yang menyerupai Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar Lagi Maha Melihat” (QS. Asy Syura: 11)
Kemudian tafwidh, yaitu tidak menolak nama atau sifat Allah namun enggan menetapkan maknanya. Misalnya sebagian orang yang berkata ‘Allah Ta’ala memang ber-istiwa di atas ‘Arsy namun kita tidak tahu maknanya. Makna istiwa kita serahkan kepada Allah’. Pemahaman ini tidak benar karena Allah Ta’ala telah mengabarkan sifat-sifatNya dalam Qur’an dan Sunnah agar hamba-hambaNya mengetahui. Dan Allah telah mengabarkannya dengan bahasa Arab yang jelas dipahami. Maka jika kita berpemahaman tafwidh maka sama dengan menganggap perbuatan Allah mengabarkan sifat-sifatNya dalam Al Qur’an adalah sia-sia karena tidak dapat dipahami oleh hamba-Nya.
Pentingnya mempelajari tauhid
Banyak orang yang mengaku Islam. Namun jika kita tanyakan kepada mereka, apa itu tauhid, bagaimana tauhid yang benar, maka sedikit sekali orang yang dapat menjawabnya. Sungguh ironis melihat realita orang-orang yang mengidolakan artis-artis atau pemain sepakbola saja begitu hafal dengan nama, hobi, alamat, sifat, bahkan keadaan mereka sehari-hari. Di sisi lain seseorang mengaku menyembah Allah namun ia tidak mengenal Allah yang disembahnya. Ia tidak tahu bagaimana sifat-sifat Allah, tidak tahu nama-nama Allah, tidak mengetahui apa hak-hak Allah yang wajib dipenuhinya. Yang akibatnya, ia tidak mentauhidkan Allah dengan benar dan terjerumus dalam perbuatan syirik. Wal’iyydzubillah. Maka sangat penting dan urgen bagi setiap muslim mempelajari tauhid yang benar, bahkan inilah ilmu yang paling utama. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata: “Sesungguhnya ilmu tauhid adalah ilmu yang paling mulia dan paling agung kedudukannya. Setiap muslim wajib mempelajari, mengetahui, dan memahami ilmu tersebut, karena merupakan ilmu tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala, tentang nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, dan hak-hak-Nya atas hamba-Nya” (Syarh Ushulil Iman, 4).

Rabu, 27 Maret 2013

Di mana Allah?

بسم الله الرحمن الرحيم

Segala puji hanya kepunyaan Allah, semoga selawat dilimpahkan kepada junjungan umat, Nabi besar Muhammad ε, tiada lagi Nabi sesudahnya .

Di sini akan disertakan beberapa dalil tentang Di mana ALLAH menurut Al-Quran dan As-Sunnah. Sekarang ini ramai yang memperkatakan tentang Allah swt tanpa Ilmu. Yang pastinya selamat ilmu seseorang itu mesti berlandaskan Allah(Al-Quran) dan RasulNya(Hadis). Insyaallah.


Di mana ALLAH?


Terdapat golongan yang menyerupakan zat, nama-nama dan sifat Allah dengan makhluknya. Mereka meyakini Allah berada di mana-mana yang meliputi semua benda. Begitulah pengakuan oleh golongan yang menyeleweng akidahnya.

Rujukan:
Lihat Risalah Salafiah.. halaman 129 Muhammad bin Ali As-Syaukani.

Hendaklah kita memahami cara Akidah sebagaimana pemahaman para sahabat Rasulullah kerana mereka mengetahui bila, di mana dan mengapa wahyu turun. Mereka berilmu tentang agama, tiada syubahat terutama dalam memahami zat, nama dan sifat Allah swt. Akidah mereka diakui oleh Rasulullah sebagaimana sabdanya:

“Sebaik-baik manusia yang dikurunku, kemudian sesudahnya (tabi’in), kemudian yang sesudah mereka (tabi’ut tabi’in)”.

Rujukan:
Bukhari

Ayat pertama:

أَلَمْ تَرَ أَنَّ ٱللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِى ٱلسَّمَـٰوَ‌ٰتِ وَمَا فِى ٱلْأَرْضِ ۖ مَا يَكُونُ مِن نَّجْوَىٰ ثَلَـٰثَةٍ إِلَّا هُوَ رَابِعُهُمْ وَلَا خَمْسَةٍ إِلَّا هُوَ سَادِسُهُمْ وَلَآ أَدْنَىٰ مِن ذَ‌ٰلِكَ وَلَآ أَكْثَرَ إِلَّا هُوَ مَعَهُمْ أَيْنَ مَا كَانُوا۟ ۖ ثُمَّ يُنَبِّئُهُم بِمَا عَمِلُوا۟ يَوْمَ ٱلْقِيَـٰمَةِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمٌ ﴿٧

“Tidakkah kamu perhatikan seseungguhnya Allah mengetahui apa yang di langit dan yang di bumi. Tiada perkataan rahsia antara tiga orang, melainkan dialah yang keempat. Dan tiada lima orang melainkan dialah yang keenam. Dan tiadalah perkataan antara yang kurang dari itu atau yang lebih banyak melainkan dia bersama mereka manapun mereka berada. Kemudian Dia akan memberitakan kepada mereka pada Hari Kiamat apa yang yelah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”.

Rujukan:
Surah Al-Mujadilah ayat 7

Penjelasan:

Menurut Imam Ahmad:

Dimaksudkan Allah bersama hambaNya ialah IlmuNya bukan ZatNya. Katanya lagi “Dimulakan ayat ini dengan memperkatakan Ilmu dan diakhiri juga dengan memperkatakan tentang Ilmu”.

Ibn Jarir dari Ad-Dahak menjelaskan:

“Dia di atas ‘ArasyNya dan yang bersama dengan mereka ialah IlmuNya. Bahawasanya Dia menyaksikan mereka dengan IlmuNya dan Dia di atas ‘ArasyNya”.

Rujukan:
Lihat As-Syari’ah Halaman 298 al-Ajari. Ditahkiq oleh Hamid

Imam Ibn Kathir rahimahullah menjelaskan:

Oleh kerana yang demikian, telah menceritakan bukan seorang malah secara Ijmak atas kesepakatan mereka bahawa yang dimaksudkan oleh ayat ini ialah Allah bersama seseorang dengan IlmuNya”.

Rujukan:
Lihat: Tafsir Ibn Katsir, jilid 4 halaman 322

Imam Ibn Kathir rahimahullah menjelaskan lagi:

“Tidak tersembunyi dari pengetahuanNya segala apapun perkara (urusan) mereka, oleh kerana itu Allah swt berfirman: Kemudian Dia akan memberitahukan kepada mereka pada Hari Kiamat apa yang mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”.

Rujukan:
Lihat: Tafsir Ibn Katsir, jilid 4 halaman 322

Ayat Kedua:

وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنتُمْ ۚ

“…Dia bersama kamu di mana saja kamu berada....”.

Rujukan:
Surah Al-Hadid ayat 4

Penjelasan:

Menurut Ulama’ Ahli Sunnah Wal-Jama’ah:

“Allah bersama dengan mereka kudrat, pendengaran, pentadbiran, kerajaan atau dengan makna kerububiyahanNya, sedangkan Dia di Atas ‘Arasy dan di atas segala makhluk-makhlukNya.

Rujukan:
Lihat: Al-Musla Fi Sifatullah wa AsmaulHusna Halaman 58 Uthaimin

Sufyan At-Thauri manafsirkan melalui hadis riwayat Imam Bukhari:

“Sesunguhnya diayat tersebut ialah yang bersama kita IlmuNya sebagaimana diriwayatkan dari Bukhari”.

Rujukan:
(1) Bukhari,
(2) Lihat As-Syari’ah hlm 298, Al-Ajiri kitabnya jld 1 hlm 194

Berkata Az-Zahabi

“Telah diriwayatkan bukan sahaja hanya dari seorang, dari Ma’dan berkata: Aku telah bertanya kepada Sufyan At-Thauri tentang firman Allah (dia dimana sahaja kamu berada) beliau berkata: (Yang bersama ialah) IlmuNya”.

Rujukan:
Lihat: Bisifat Rabbul’alamin halaman 81, Ridza bin Nu’san Mu’ti

Ibn Jarir menafsirkan:

“Dia melihat kamu wahai manusia di mana saja kamu berada, Dia mengetahui tentang kamu dan mengetahui segala amal kamu, Dia di atas ArasyNya dan ArasyNya di atas langit ke tujuh”.

Rujukan:
Lihat: Tafsir Tabri jilid 27 halaman 125

Berkata Abu Hayyan Al-Andelusi, At-Thauri dan Al-Qurtubi:

“Dia bersama kamu, yang bersama IlmuNya dan KudrahNya”.

Rujukan:
(1) Lihat: Al-Bahr al-Muhit jld 9 halaman 217,
(2)Tafsir Qurtubi jld 18 halaman 137

Berkata Al-Alusi:

“Semua ayat (yang memperkatakan di mana Allah) pembuktian Ilmu Allah meliputi mereka dan menggambarkan bahawa tidak terlepasnya mereka dari Ilmu Allah walaupun di mana mereka berada.

Rujukan:
Lihat: Bisifat Rabbul’alamin halaman 82 Ridza bin Nu’san Mu’ti

Ayat Ketiga:

وَهُوَ ٱللَّهُ فِى ٱلسَّمَـٰوَ‌ٰتِ وَفِى ٱلْأَرْضِ ۖ يَعْلَمُ سِرَّكُمْ وَجَهْرَكُمْ وَيَعْلَمُ مَا تَكْسِبُونَ ﴿٣

“Dan dialah Allah (disembah), dilangit dan di bumi, mengetahui apa yang kamu rahsiakan dan apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu usahakan”.

Rujukan:
Surah Al-An’am ayat 3

Penjelasan ayat

Berkata Al-Ajiri yang membantah fahaman Jahmiyah, beliau berkata:

“Berkenaan apa yang menyelubungi mereka yang tidak berilmu tentang firman Allah yang lalu: Ini pada keseluruhannya memerlukan penjelasan ahli Ilmu dan ahli haq, yang mana (Dialah Allah yang disembah), baik oleh mereka yang berada di langit dan di bumi, Dia mengetahui apa yang kamu rahsiakan dan yang kamu lahirkan dan mengetahui apa yang kamu usahakan, iaitu sebagaimana oleh ahli kebenaran: Dialah yang Mengetahui rahsia kamu sebagaimana yang didatangkan beritanya sunnah-sunnah bahawasanya Allah di atas ArasyNya dan IlmuNya meliputi seluruh makhluknya. Dia mengetahui apa yang mereka rahsiakan dan yang mereka lahirkan, Mengetahui perkataan yang terang dan mengetahui yang tersembunyi”.

Rujukan:
Lihat: Bisifat Rabbul’alamin hlm 83-84


ALLAH BERSEMAYAM DI ATAS ARASY(di atas langit)


Terdapat banyak dalil-dalil dari Al-Quran mengatakan Zat Allah di atas ‘Arasy bukan di mana-mana. Allah swt telah berfirman:

ٱلرَّحْمَـٰنُ عَلَى ٱلْعَرْشِ ٱسْتَوَىٰ ﴿٥

“Ar-Rahman (Allah) bersemayam di atas ‘ArasyNya”.

Rujukan:
Surah Taaha ayat 5

إِنَّ رَبَّكُمُ ٱللَّهُ ٱلَّذِى خَلَقَ ٱلسَّمَـٰوَ‌ٰتِ وَٱلْأَرْضَ فِى سِتَّةِ أَيَّامٍۢ ثُمَّ ٱسْتَوَىٰ عَلَى ٱلْعَرْشِ

“Sesungguhnya Tuhanmu ialah Allah yang mencipta langit dan bumi dalam enam masa. Lalu bersemayam di atas ‘Arasy”.

Rujukan
Surah Al-A’raaf ayat 54

إِنَّ رَبَّكُمُ ٱللَّهُ ٱلَّذِى خَلَقَ ٱلسَّمَـٰوَ‌ٰتِ وَٱلْأَرْضَ فِى سِتَّةِ أَيَّامٍۢ ثُمَّ ٱسْتَوَىٰ عَلَى ٱلْعَرْشِ

“Sesungguhnya Tuhanmu ialah Allah yang mencipta langit dan bumi dalam enam masa. Lalu bersemayam di atas ‘Arasy”.

Rujukan:
Surah Yunus ayat 3

ٱلَّذِى خَلَقَ ٱلسَّمَـٰوَ‌ٰتِ وَٱلْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا فِى سِتَّةِ أَيَّامٍۢ ثُمَّ ٱسْتَوَىٰ عَلَى ٱلْعَرْشِ ۚ

“Yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, kemudian dia bersemayam di atas Arsy ,

Rujukan:
Surah Al-Furqan ayat 59

ٱللَّهُ ٱلَّذِى رَفَعَ ٱلسَّمَـٰوَ‌ٰتِ بِغَيْرِ عَمَدٍۢ تَرَوْنَهَا ۖ ثُمَّ ٱسْتَوَىٰ عَلَى ٱلْعَرْشِ ۖ

“Allah Zat yang mengangkat langit tanpa tiang yang kamu lihatnya kemudian ia bersemayam di atas ‘ArasyNya”.

Rujukan:
Surah Ar-Ra’d ayat 2

ٱللَّهُ ٱلَّذِى خَلَقَ ٱلسَّمَـٰوَ‌ٰتِ وَٱلْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا فِى سِتَّةِ أَيَّامٍۢ ثُمَّ ٱسْتَوَىٰ عَلَى ٱلْعَرْشِ ۖ مَا لَكُم مِّن دُونِهِۦ مِن وَلِىٍّۢ وَلَا شَفِيعٍ ۚ أَفَلَا تَتَذَكَّرُونَ ﴿٤

“Allah menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas ‘ArasyNya. Tidak ada bagi kamu selain daripadaNya penolong pun dan tidak (pula) seorang pemberi syafa’at. Maka apakah kamu tidak berfikir”.

Rujukan:
Surah As-Sajadah ayat 4

هُوَ ٱلَّذِى خَلَقَ ٱلسَّمَـٰوَ‌ٰتِ وَٱلْأَرْضَ فِى سِتَّةِ أَيَّامٍۢ ثُمَّ ٱسْتَوَىٰ عَلَى ٱلْعَرْشِ ۚ

“Dialah yang telah menjadikan langit dan bumi dalam enam hari (masa) kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arasy”.

Rujukan:
Surah Al-Hadid ayat 4

ءَأَمِنتُم مَّن فِى ٱلسَّمَآءِ أَن يَخْسِفَ بِكُمُ ٱلْأَرْضَ فَإِذَا هِىَ تَمُورُ ﴿١٦

“Apakah kamu merasa aman terhadap yang di langit bahawa Dia akan menjungkirbalikkan bumi bersama kamu”.

Rujukan:
Surah Al-Mulk ayat 16

يُدَبِّرُ ٱلْأَمْرَ مِنَ ٱلسَّمَآءِ إِلَى ٱلْأَرْضِ ثُمَّ يَعْرُجُ إِلَيْهِ فِى يَوْمٍۢ كَانَ مِقْدَارُهُۥٓ أَلْفَ سَنَةٍۢ مِّمَّا تَعُدُّونَ ﴿٥

Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadaNya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu.

Rujukan:
Surah As-Sajdah ayat 5

إِذْ قَالَ ٱللَّهُ يَـٰعِيسَىٰٓ إِنِّى مُتَوَفِّيكَ وَرَافِعُكَ إِلَىَّ وَمُطَهِّرُكَ مِنَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ وَجَاعِلُ ٱلَّذِينَ ٱتَّبَعُوكَ فَوْقَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوٓا۟ إِلَىٰ يَوْمِ ٱلْقِيَـٰمَةِ ۖ

(Ingatlah), ketika Allah berfirman: "Hai Isa, sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku serta membersihkan kamu dari orang-orang yang kafir, dan menjadikan orang-orang yang mengikuti kamu di atas orang-orang yang kafir hingga hari kiamat.

Rujukan:
Surah Ali Imran ayat 55

يَخَافُونَ رَبَّهُم مِّن فَوْقِهِمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ ۩ ﴿٥٠

“Mereka takut Tuhan mereka di atas mereka (di langit)”.

Rujukan:
Surah An-Nahl ayat 50

Ibn Abbas, Ad-Dahhak, Malik, Sufiyan ath-Thauri dan ramai lagi dikalangan ulama’ salaf muktabar berkata : “Dia (Allah) bersama kamu: Iaitu yang bersama kamu ialah IlmuNya” Dijelaskan juga disemua kitab-kitab Allah terutamanya Al-Quran, di sunnah RasulNya serta ijma’ ulama’ bahawa Allah swt di langit dan bersemayam di atas ‘ArasyNya”.

Rujukan:
Lihat: Bisifat Rabbul’alamin

Berkata Abu Sa’id Uthman Ad-Darimi:

“Barangsiapa tidak melahirkan ibadahnya dan imannya kepada Allah yang bersemayam di atas ‘ArasyNya dan berada di atas langit terpisah dari makhlukNya, maka sesungguhnya dia telah menyembah selain Allah dan ia tidak mengetahui di mana Allah”

Rujukan:
Lihat: Ar-Radd ‘Ala Az-Zanadiqah Wal Jahamiyah halaman 53

Abdullah Bin Al-Mubarak berkata:

“Kami mengetahui bahawa Ar-Rabb (Allah) berada di atas langit ke tujuh, bersemayam di atas ‘ArasyNya, terpisah dari makhlukNya. Kami tidak mengatakan seperti perkataan kaum Jahamiyah bahawa Allah berada di sini, sambil menunjuk tangannya ke bawah”

Rujukan:
Lihat: Ar-Radd ‘Ala Az-Zanadiqah Wal Jahamiyah halaman 50

Berkata Ibnu Khuzaimah:

“Barangsiapa yang tidak mengatakan bahawa Allah berada di langit, di atas ‘ArasyNya, terpisah dari makhlukNya, maka dia wajib disuruh bertaubat, jika ia enggan bertaubat maka dipenggal lehernya kemudian dibuang ke tempat pembuangan sampah agar baunya tidak mengganggu Ahli kiblat dan ahli zimmah”.

Rujukan:
Lihat: Majmu’ Fatawa 5/52 Ibn Taimiyah dan lihat: Al-Hamawiyah halaman 117

Rasulullah saw bersabda:

“Ya Tuhan kami! Tuhan yang di langit, Engkau mensucikan namaMu, urusanMu yang di langit dan di bumi. Sebagaimana halnya rahmatMu di langit itu, maka jadikanlah pula rahmatMu itu di bumi. Ampunilah dosa-dosa dan kesalahan kami. Turunkanlah satu rahmat dari antara rahmatMu dan suatu kesembuhan dari kesembuhan yang dating dariMu atas penyakit ini, hingga benar-benar sembuh”.

Rujukan:
(1) Abu Daud no 2892,
(2) Ahmad 6/21 (Hadis Hasan)

Bersabda Rasulullah saw:

'Arasy itu berada di atas air dan Allah berada di atas ‘Arasy. Tidak satupun dari amal kamu yang tersembunyi dari pengetahuanNya. Diriwayat lain: Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan”.

Rujukan:
(1) Abu Daud,
(2) Abdullah bin Ahmad,
(3) Tabrani
(4) Baihaqi (Hadis hasan, sanadnya soheh)

Rasulullah bersabda lagi:

“Tidak kamu percaya kepada aku? Aku di percayai oleh yang di langit”

Rujukan:
Bukhari no 4351

Dikuatkan lagi dengan Hadis:

“Sesungguhnya Allah menulis ketentuan yang di sisiNya di atas ‘Arasy”.

Rujukan:
(1) Bukhari
(2) Muslim

Menurut Al-Baghawi dinukil dari Ibnu Abbas dan para mufassir salaf:

Apabila memperkatakan di mana Allah, mereka hanya berpegang pada lahir lafaz “Istawa “bersemayam di atas ‘Arasy dan ‘ArasyNya di langit”. Mereka menyerahkan kepada Ilmu Allah bagaimana keTinggian Allah yang sebenarnya.

Rujukan:
Lihat Fi sifatullah wa’askaahulhusna halaman 58. Uthaimin

Tidak boleh kita samakan Allah dengan makhlukNya. Kita imani sahaja apa yang telah ditetapkan oleh Allah swt tentangNya. Sebagaimana FirmanNya:

وَلَمْ يَكُن لَّهُۥ كُفُوًا أَحَدٌۢ ﴿٤

“Dan tidak ada seorang pun yang setara denganNya”.

Rujukan:
Surah Al-Ikhlas ayat 4


ALLAH SWT MAHA TINGGI


Banyak dalil-dalil dari Al-Quran dan Hadis-Hadis yang soheh bahawa Allah swt sentiasa berada dalam ketinggian daripada segala-galanya. Sebagaimana Firman Allah:

وَسِعَ كُرْسِيُّهُ ٱلسَّمَـٰوَ‌ٰتِ وَٱلْأَرْضَ ۖ وَلَا يَـُٔودُهُۥ حِفْظُهُمَا ۚ وَهُوَ ٱلْعَلِىُّ ٱلْعَظِيمُ ﴿٢٥٥

“Kursi Allah meliputi langit dan bumi, Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, Dia Maha Tinggi lagi Maha Agung”.

Rujukan:
Surah Al-Baqarah ayat 255

سَبِّحِ ٱسْمَ رَبِّكَ ٱلْأَعْلَى ﴿١

“Sucikanlah nama Rabbmu (Tuhanmu) Yang Paling Tinggi”.

Rujukan:
Surah Al-A’la ayat 1

إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيًّۭا كَبِيرًۭا ﴿٣٤

“Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Besar”

Rujukan:
Surah An-Nisa’ ayat 34

عَـٰلِمُ ٱلْغَيْبِ وَٱلشَّهَـٰدَةِ ٱلْكَبِيرُ ٱلْمُتَعَالِ ﴿٩

“Sesungguhnya Allah, Dialah Maha Tinggi lagi Maha Agung”

Rujukan:
Surah Ar-Ra’d ayat 9

وَهُوَ ٱلْعَلِىُّ ٱلْكَبِيرُ ﴿٢٣

“Dan Dialah Maha Tinggi lagi Maha Besar”.

Rujuakan:
Surah Saba’ ayat 23

ٱللَّهُ ٱلْعَزِيزُ ٱلْحَكِيمُ ﴿٣

“Sesungguhnya Dia Maha Tinggi dan Bijaksana”.

Rujukan:
Surah Asy-Syura ayat 3


HADIS SOHEH YANG MENJELASKAN TENTANG
KETINGGIAN ALLAH SWT



“Apabila Allah menetapkan perintah di atas langit, para malaikat memukul sayap-sayapnya kerana patuh akan firmanNya, seakan-akan terdengar seperti gemerincing rantai di atas batu rata, hal itu menakutkan mereka (sehingga mereka jatuh pengsan kerana takut). Ketika dihilangkan rasa takut dari hati mereka, mereka berkata: Apakah yang difirmankan oleh Tuhanmu? Mereka menjawab: Firman Al-Haq yang benar dan Dialah yang Maha Tinggi dan Maha Besar”.

Rujukan:
(1) Bukhari
(2) Ibnu Majah

Bersabda Rasulullah saw:

Hati-hatilah kamu dari doa orang yang teranaiya, kerana sesungguhnya doa mereka naik kepada Allah seperti bunga api. Pada lafaz lain: naik ke langit…”

Rujukan:
(1) Hakim,
(2) Ad-Darimi
(3) Az-Zahabi

Sesungguhnya Rasulullah saw bersabda semasa berkhutbah di hari ‘Arafah:

“Apakah aku sudah sampaikan (risalahku)? Para sahabat menjawab: Ya! Kemudian Rasulullah mengisyaratkan jari telunjuknya ke langit lalu bersabda: Ya Allah saksikanlah”.

Rujukan:
(1) Bukhari,
(2) Muslim,
(3) Abu Daud,
(4) Ad-Darimi
(5) Ibnu Majah

Nabi Muhammad mengisyaratkan Allah di langit:

“Sesungguhnya Rasulullah saw telah bersabda: Tidakkah kamu mempercayai aku sedangkan aku yang dipercayai oleh Yang berada di atas langit Yang menurunkan khabar (wahyu) pada waktu pagi dan petang?”

Rujukan:
(1) Ahmad ¾,
(2) Bukhari no 4351,
(3) Muslim 144,
(4) Abu Daud,
(5) Nasa’I
(6) Baihaqi

“Orang-orang yang menyayangi akan disayangi oleh Ar-Rahman. Sayangilah orang di bumi, akan disayangi oleh Yang di langit”.

Rujukan:
(1) Abu Daud 4941 hasan soheh,
(2) Baihaqi dalam “Asma wa As-Sifat halaman 300

Hadis seterusnya yang menguatkan:

“Demi jiwaku di tanganNya, tidaklah seseorang lelaki (suami) yang mengajak isterinya ke tempat tidur maka ia (isterinya) enggan mematuhinya kecuali yang di langit (Allah) akan mengutuknya sehinggalah ia diredhai oleh suaminya”.

Rujukan:
Muslim bab An-Nikah 121

“Sesungguhnya pada waktu itu dibuka pintu-pintu langit, maka aku suka amal-amal solehku diangkat naik pada saat tersebut”.

Rujukan:
(1) Ahmad
(2) Tirmizi

Rasulullah saw pernah bertanya kepada Amran bin Hussin yang diketika itu beliau belum memeluk Islam:

Bertanya Rasulullah: Berapa tuhan yang kau sembah pada hari ini? Beliau menjawab tujuh, enam di bumi satu di langit. Baginda bertanya: Diketika engkau ditimpa bahaya maka tuhan yang mana yang engkau seru? Beliau menjawab: Tuhan yang di langit”

Rujukan:
Baihaqi dalam “Al-Asma wa Sifat” halaman 300

Ummul Mukminin Zainab berbangga kerana dinikahkan oleh Allah yang di atas langit ketujuh sebagaimana pengakuan beliau:

“Kamu dikahwinkan oleh ahli-ahli kamu dan aku dikahwinkan oleh Allah dari atas langit yang ketujuh”.

Rujukan:
Bukhari no 7420,
Baihaqi dalam “Al-Asma wa Sifat halaman 296

Semasa kewafatan ‘Aisyah, Ibn Abbas berkata kepadanya:

“Aku sentiasa mencintai para isteri Rasulullah sebagaimana mencintai Rasulullah saw dan tidak pernah Rasulullah saw mencintai sesuatu kecuali kerana kebaikannya dan Allah telah membersihkan engkau dari atas langit yang ketujuh”.

Rujukan:
Bukhari no 7421

Berkata Umar:

Inilah wanita yang di dengar Allah pengaduannya dari langit ketujuh, inilah Khaulah binti Thalabah”.

Rujukan:
(1) Al-Baihaqi di dalam sanadnya,
(2) Lihat …Al-Islamiyah halaman 30 Ibn Qaiyim

Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan hadis:

“Setelah Allah mencipta makhluk, ditulis satu kitab di sisiNya: Rahmatku mendahului kemurkaanKu, Ia di sisiNya di atas ‘Arasy”.

Rujukan:
(1) Bukhari no 7554,
(2) Muslim bab At-Taubah, 14


Jelaslah dengan pengambilan dalil-dalil dari Al-Quran, Hadis dan para Ulama’ muktabar menyatakan bahawa Allah berada di atas langit yang ketujuh iaitu bersemayam di atas ‘ArasyNya. Kita sebagai orang yang beriman hendaklah menetapkan sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah dan RasulNya tanpa ditakwil mengikut hawa nafsu semata. Para ulama’ juga telah ijmak dalam masalah ini supaya kita imani dan jangan diseleweng dikhuatiri Akidah seseorang boleh terpesong. Semoga artikel yang tak seberapa ini dapat memberikan banyak manfaat kepada pembaca dan dapat disebarkan ilmu ini. Insyaallah.

Wallahu a’lam