PUASA LAPAR DAN OTAK KITA.
Sumber : Arifin Mufti
Klasifikasi: Sedang.
AWW
Puasa
sudah dikenal lama, bukan saja oleh pemeluk Yahudi, Nasrani dan Islam,
tetapi juga orang – orang Mesir Kuno, jauh sebelum era Musa as (Moses),
ribuan tahun yang lalu. Begitu juga, jika kita bertanya kepada para
saintis, mereka dapat dengan mudah menunjukkan ribuan “paper” dan jurnal
ilmiah yang menjelaskan manfaat puasa yang dilakukan secara teratur dan
sistimatis.
Tulisan ini sebenarnya terinspirasi oleh Andrea
Useem dan Magaretha. Nama yang pertama, Andrea adalah jurnalis wanita
yang sangat terkenal di bidang agama dari Oman, Afrika Timur. Artikelnya
kerap muncul di Washington Post atau USA Today. Sedangkan yang kedua,
Margaretha kawan saya, penulis yang sering “tag” hasil pemikirannya ke
my Note. Dia juga menulis buku, salah satunya dibidang kesehatan,
sebagai hobinya.
Puasa dari bahasa Sansekerta “pawasa”, sebagian
mengatakan dari bahasa Jawi. Bahasa Ibrani “Tsom” dan bahasa Yunani
”Nesteia”. Puasa bukanlah suatu ketentuan baru yang ditemukan dalam
sejarah umat manusia, tapi merupakan amalan ibadah yang diwariskan dan
selalu dilakukan oleh manusia semenjak dahulu. Ia sudah dikenal oleh
kebanyakan bangsa, termasuk umat beragama. Dalam perspektif Islam
misalnya - al Qur’an (Bacaan) memberi isyarat sebagai berikut:
"Telah
diwajibkan atas kamu berpuasa (shaum) sebagaimana diwajibkan pula atas
orang-orang sebelum kamu" (Sapi Betina/Al Baqaarah, 2:183).
Sejarah
menceritakan kepada kita bahwa orang-orang Mesir kuno melakukan puasa
sebagai penyembahan kepada Tuhan yang dinamakan Laysis. Orang-orang
Yunani Kuno berpuasa sebagai penyembahan kepada Tuhan ladang yang
dinamakan Demeter. China kuno dan orang-orang Indiapun demikian.
Cendekiawan dimasa lalu, seperti Socrates, Hippocrates,Galen ,Plato atau
Pythagoras juga melakukan puasa untuk kesehatan dan mempertajam daya
pikir mereka. Sekali lagi untuk mempertajam daya pikir, berhubungan
dengan otak.
Puasa dalam perspektif Islam disebut shiyam - yang
menurut arti bahasa bermakna: "menahan diri dari sesuatu dan
meninggalkan sesuatu". Dimana prinsipnya, menahan diri dari hal - hal
tertentu yang cara-caranya diatur sesuai perintah agama, tujuan utamanya
mendekatkan diri kepada Tuhan. Tujuan lainnya adalah membentuk karakter
yang lebih positif, misalnya melatih kesabaran.
Namun saya tidak
akan membahas yang berhubungan dengan dimensi spiritual, tetapi sesuatu
yang lain. Sesuatu yang berhubungan dengan otak kita.
Dalam
jurnal ilmiah yang relatif baru, karya Dr. Muhammad Kazeem. Puasa yang
teratur dapat menolong memantapkan pola tidur dan mengatur jam tubuh.
Kegiatan
otak manusia pada dasarnya dapat direkam dalam alat yang disebut EEG.
Rekaman tersebut menunjukkan beberapa hal penting:
(1). Ketika kita
terjaga dengan tenang akan tercata gelombang alpha 8-12 Hz (lingkaran
sesaat), ini adalah tidur tahap satu. Gelombang alpha hilang apabila
kita membuka mata atau terjaga.
(2). Apabila tidur mulai lelap, sampai ke tahap dua 12-14 Hz iaitu kemunculan gelombang lambat.
(3).Tahap
ketiga dan keempat tidur pula dicirikan dengan kegiatan rendah tetapi
tegangan tinggi. Gerakan cepat bola mata (REM) terhenti pada tahap tiga
dan empat apabila nafas tenang.
Kegiatan delta (gelombang sangat
perlahan, 0.5-4 Hz) muncul ketika betul-betul lelap (tidur mati). Tahap
dua, tiga dan empat berlaku sekitar 70 menit.
Siklus ini berlaku tiga atau empat kali semalaman.
Dengan
berpuasa, tidur menjadi lebih nyenyak yaitu di tahap tiga dan empat.
Apabila tubuh menjadi tenang, Proses memperbaiki tubuh (sel-sel tubuh)
dapat dilaksanakan secara sempurna. Sejumlah percobaan membuktikan bahwa
orang yang tidur dua jam waktu bulan Ramadhan (Puasa), ternyata lebih
baik hasilnya dibandingkan waktu-waktu lain (bulan lain). Banyak mimpi
mungkin perlu untuk memelihara kesehatan.
Ketika kita sering
berpuasa dengan teratur, maka kita akan jauh lebih mudah mengatur jam
tubuh untuk kepentingan kesehatan. Karena jam tubuh kita, ternyata
dipengaruhi juga oleh pola lapar dan kenyang, selain pola musim yang
terpengaruh oleh posisi Bulan serta siang dan malam. Hormon tertentu
produksinya dipicu oleh jam tubuh.
Demikian juga, sejenis bahan
yang disebut hormon manusia atau nama khusus Opiods (Endorphin) lebih
mudah dihasilkan ketika Ramadhan. Hormon ini memberikan efek lebih
tenang bagi tubuh – hasilnya - menurunkan ketegangan, stress dan tekanan
darah.
OTAK KITA YANG RUMIT.
Sejumlah dokter menjelaskan
bahwa ilmu medis menghadapi kendala yang besar ketika berhadapan dengan
pengobatan otak. Karena kerumitan organ ini maka hanya membolehkan cara
tertentu untuk pengobatannya. Resep menggunakan obat-obat kimia atau
narkotik sangat berbahaya. Satu-satunya cara yang aman dan masuk akal
adalah berpuasa. Puasa dapat menyembuhkan atau membantu penyembuhan
penyakit jiwa (mental disorder). Sakit kepala yang parah, daya ingat dan
konsentrasi bisa terbantu penyembuhannya.
Namun, saya sering
merasakan betapa lapar dan hausnya ketika lewat jam makan siang. Alamiah
tentunya, menjadi lebih ngantuk, rasanya berpikir agak lambat. Bahkan,
kadang-kadang sedikit pemarah.
Saya tahu benar, tujuan utama
puasa adalah dimensi spiritual – Tuhan akan membalasnya nanti di
kehidupan sesudah mati – tapi bagaimana ya? Kadang-kadang, tersiksa
juga. Ho..ho…just a joke.
Oleh karena itu, saya begitu antusias
untuk mempelajari artikel-artikel yang dikeluarkan oleh John Ratey, MD
seorang psikhiatris dari Harvard Medical School, bagaimana ketika
membatasi kalori - secara umum adalah puasa - dapat memperbaiki fungsi
otak kita.
Ternyata ketika saya akan menanyakan dengan email
kepada Dr. Ratey, bagaimana manfaatnya kalau seseorang puasa di bulan
Ramadhan. Sudah ada jawaban yang telah diberikan kepada seseorang yang
menanyakan hal yang sama di tahun 2006. Intinya, para peneliti telah
mempelajari pada sejumlah orang sehat dalam kelompok kecil selama dan
sesudah bulan Ramadhan, kemudian memonitor aktivitas otak melalui
“Functional Magnetic Resonance Imaging” (fMRI). Para peneliti
menyimpulkan semua individu secara konsisten memperlihatkan suatu
pertambahan aktivitas pada “motor cortex” selama bulan Ramadhan.
Penelitian
yang serupa juga ditunjukkan oleh saintis lainnya, termasuk Mark
Mattsonn, Ph D, yang mengepalai neuroscience lab di NIH, National
Insttitute On Aging. Matsoon telah mengerjakan penelitian yang sangat
luar biasa, bagaimana puasa yang teratur mampu secara signifikan
melindungi otak kita dari penyakit regeneratif seperti Alzhemeir atau
Parkinson.
Artikel tahun 2003, Mattson dan kawan-kawan telah
melaporkan pada percobaan tikus, dimana ada diet sejumlah kalori antara
30 % hingga 50 % dari kalori normal, menunjukkan bukan saja menurunkan
denyut jantung per menit dan tekanan darah, tetapi juga membuat “lebih
muda” otak, sesuai umur yang berhubungan dengan “ekspresi gen”.
Penelitian
yang lebih jauh pada manusia baik di Amerika, Eropa, China dan Jepang –
memakan makanan yang dibatasi dalam waktu berkala, misalnya puasa,
“memungkinkan perobahan pada ekspresi gen yang membuat perobahan lebih
adaptif pada sel-sel metabolism dan meningkatkan kemampuan tubuh untuk
menurunkan tingkat STRESS”.
Aha..kalau begini sangat bijaksana
jika bersungguh-sunguh puasa (shaum), dan saya tahu benar puasa dalam
perspektif Islam bukan hanya sekedar menahan lapar dan haus, tetapi juga
membiasakan diri untuk menghindari perbuatan-perbuatan buruk, tidak
melakukan sex - antara waktu terbitnya fajar hingga Matahari terbenam
dan banyak bersedekah.
Selamat ber-shaum bagi yang melakukannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar