Jumat, 20 Juli 2012

PUASA LAPAR DAN OTAK KITA.


Sumber : Arifin Mufti
Klasifikasi: Sedang.


AWW


Puasa sudah dikenal lama, bukan saja oleh pemeluk Yahudi, Nasrani dan Islam, tetapi juga orang – orang Mesir Kuno, jauh sebelum era Musa as (Moses), ribuan tahun yang lalu. Begitu juga, jika kita bertanya kepada para saintis, mereka dapat dengan mudah menunjukkan ribuan “paper” dan jurnal ilmiah yang menjelaskan manfaat puasa yang dilakukan secara teratur dan sistimatis.


Tulisan ini sebenarnya terinspirasi oleh Andrea Useem dan Magaretha. Nama yang pertama, Andrea adalah jurnalis wanita yang sangat terkenal di bidang agama dari Oman, Afrika Timur. Artikelnya kerap muncul di Washington Post atau USA Today. Sedangkan yang kedua, Margaretha kawan saya, penulis yang sering “tag” hasil pemikirannya ke my Note. Dia juga menulis buku, salah satunya dibidang kesehatan, sebagai hobinya.


Puasa dari bahasa Sansekerta “pawasa”, sebagian mengatakan dari bahasa Jawi. Bahasa Ibrani “Tsom” dan bahasa Yunani ”Nesteia”. Puasa bukanlah suatu ketentuan baru yang ditemukan dalam sejarah umat manusia, tapi merupakan amalan ibadah yang diwariskan dan selalu dilakukan oleh manusia semenjak dahulu. Ia sudah dikenal oleh kebanyakan bangsa, termasuk umat beragama. Dalam perspektif Islam misalnya - al Qur’an (Bacaan) memberi isyarat sebagai berikut:


"Telah diwajibkan atas kamu berpuasa (shaum) sebagaimana diwajibkan pula atas orang-orang sebelum kamu" (Sapi Betina/Al Baqaarah, 2:183).


Sejarah menceritakan kepada kita bahwa orang-orang Mesir kuno melakukan puasa sebagai penyembahan kepada Tuhan yang dinamakan Laysis. Orang-orang Yunani Kuno berpuasa sebagai penyembahan kepada Tuhan ladang yang dinamakan Demeter. China kuno dan orang-orang Indiapun demikian. Cendekiawan dimasa lalu, seperti Socrates, Hippocrates,Galen ,Plato atau Pythagoras juga melakukan puasa untuk kesehatan dan mempertajam daya pikir mereka. Sekali lagi untuk mempertajam daya pikir, berhubungan dengan otak.


Puasa dalam perspektif Islam disebut shiyam - yang menurut arti bahasa bermakna: "menahan diri dari sesuatu dan meninggalkan sesuatu". Dimana prinsipnya, menahan diri dari hal - hal tertentu yang cara-caranya diatur sesuai perintah agama, tujuan utamanya mendekatkan diri kepada Tuhan. Tujuan lainnya adalah membentuk karakter yang lebih positif, misalnya melatih kesabaran.


Namun saya tidak akan membahas yang berhubungan dengan dimensi spiritual, tetapi sesuatu yang lain. Sesuatu yang berhubungan dengan otak kita.


Dalam jurnal ilmiah yang relatif baru, karya Dr. Muhammad Kazeem. Puasa yang teratur dapat menolong memantapkan pola tidur dan mengatur jam tubuh.


Kegiatan otak manusia pada dasarnya dapat direkam dalam alat yang disebut EEG. Rekaman tersebut menunjukkan beberapa hal penting:
(1). Ketika kita terjaga dengan tenang akan tercata gelombang alpha 8-12 Hz (lingkaran sesaat), ini adalah tidur tahap satu. Gelombang alpha hilang apabila kita membuka mata atau terjaga.
(2). Apabila tidur mulai lelap, sampai ke tahap dua 12-14 Hz iaitu kemunculan gelombang lambat.
(3).Tahap ketiga dan keempat tidur pula dicirikan dengan kegiatan rendah tetapi tegangan tinggi. Gerakan cepat bola mata (REM) terhenti pada tahap tiga dan empat apabila nafas tenang.


Kegiatan delta (gelombang sangat perlahan, 0.5-4 Hz) muncul ketika betul-betul lelap (tidur mati). Tahap dua, tiga dan empat berlaku sekitar 70 menit.


Siklus ini berlaku tiga atau empat kali semalaman.


Dengan berpuasa, tidur menjadi lebih nyenyak yaitu di tahap tiga dan empat. Apabila tubuh menjadi tenang, Proses memperbaiki tubuh (sel-sel tubuh) dapat dilaksanakan secara sempurna. Sejumlah percobaan membuktikan bahwa orang yang tidur dua jam waktu bulan Ramadhan (Puasa), ternyata lebih baik hasilnya dibandingkan waktu-waktu lain (bulan lain). Banyak mimpi mungkin perlu untuk memelihara kesehatan.


Ketika kita sering berpuasa dengan teratur, maka kita akan jauh lebih mudah mengatur jam tubuh untuk kepentingan kesehatan. Karena jam tubuh kita, ternyata dipengaruhi juga oleh pola lapar dan kenyang, selain pola musim yang terpengaruh oleh posisi Bulan serta siang dan malam. Hormon tertentu produksinya dipicu oleh jam tubuh.


Demikian juga, sejenis bahan yang disebut hormon manusia atau nama khusus Opiods (Endorphin) lebih mudah dihasilkan ketika Ramadhan. Hormon ini memberikan efek lebih tenang bagi tubuh – hasilnya - menurunkan ketegangan, stress dan tekanan darah.


OTAK KITA YANG RUMIT.


Sejumlah dokter menjelaskan bahwa ilmu medis menghadapi kendala yang besar ketika berhadapan dengan pengobatan otak. Karena kerumitan organ ini maka hanya membolehkan cara tertentu untuk pengobatannya. Resep menggunakan obat-obat kimia atau narkotik sangat berbahaya. Satu-satunya cara yang aman dan masuk akal adalah berpuasa. Puasa dapat menyembuhkan atau membantu penyembuhan penyakit jiwa (mental disorder). Sakit kepala yang parah, daya ingat dan konsentrasi bisa terbantu penyembuhannya.


Namun, saya sering merasakan betapa lapar dan hausnya ketika lewat jam makan siang. Alamiah tentunya, menjadi lebih ngantuk, rasanya berpikir agak lambat. Bahkan, kadang-kadang sedikit pemarah.


Saya tahu benar, tujuan utama puasa adalah dimensi spiritual – Tuhan akan membalasnya nanti di kehidupan sesudah mati – tapi bagaimana ya? Kadang-kadang, tersiksa juga. Ho..ho…just a joke.


Oleh karena itu, saya begitu antusias untuk mempelajari artikel-artikel yang dikeluarkan oleh John Ratey, MD seorang psikhiatris dari Harvard Medical School, bagaimana ketika membatasi kalori - secara umum adalah puasa - dapat memperbaiki fungsi otak kita.


Ternyata ketika saya akan menanyakan dengan email kepada Dr. Ratey, bagaimana manfaatnya kalau seseorang puasa di bulan Ramadhan. Sudah ada jawaban yang telah diberikan kepada seseorang yang menanyakan hal yang sama di tahun 2006. Intinya, para peneliti telah mempelajari pada sejumlah orang sehat dalam kelompok kecil selama dan sesudah bulan Ramadhan, kemudian memonitor aktivitas otak melalui “Functional Magnetic Resonance Imaging” (fMRI). Para peneliti menyimpulkan semua individu secara konsisten memperlihatkan suatu pertambahan aktivitas pada “motor cortex” selama bulan Ramadhan.


Penelitian yang serupa juga ditunjukkan oleh saintis lainnya, termasuk Mark Mattsonn, Ph D, yang mengepalai neuroscience lab di NIH, National Insttitute On Aging. Matsoon telah mengerjakan penelitian yang sangat luar biasa, bagaimana puasa yang teratur mampu secara signifikan melindungi otak kita dari penyakit regeneratif seperti Alzhemeir atau Parkinson.


Artikel tahun 2003, Mattson dan kawan-kawan telah melaporkan pada percobaan tikus, dimana ada diet sejumlah kalori antara 30 % hingga 50 % dari kalori normal, menunjukkan bukan saja menurunkan denyut jantung per menit dan tekanan darah, tetapi juga membuat “lebih muda” otak, sesuai umur yang berhubungan dengan “ekspresi gen”.


Penelitian yang lebih jauh pada manusia baik di Amerika, Eropa, China dan Jepang – memakan makanan yang dibatasi dalam waktu berkala, misalnya puasa, “memungkinkan perobahan pada ekspresi gen yang membuat perobahan lebih adaptif pada sel-sel metabolism dan meningkatkan kemampuan tubuh untuk menurunkan tingkat STRESS”.


Aha..kalau begini sangat bijaksana jika bersungguh-sunguh puasa (shaum), dan saya tahu benar puasa dalam perspektif Islam bukan hanya sekedar menahan lapar dan haus, tetapi juga membiasakan diri untuk menghindari perbuatan-perbuatan buruk, tidak melakukan sex - antara waktu terbitnya fajar hingga Matahari terbenam dan banyak bersedekah.


Selamat ber-shaum bagi yang melakukannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar