Jumat, 20 Juli 2012

PUASA, RAMADHAN DAN KITAB MULIA.

 

PUASA, RAMADHAN DAN KITAB MULIA.
Puasa diambil dari bahasa Sansekerta, yang di adopsi ke bahasa Indonesia. Maknanya ada dua (1)“ mendekatkan diri kepada Pencipta” dan (2) ada yang mengartikan sebagai “menyiksa diri” untuk tidak makan dan minum, atau perbuatan yang lain – untuk tujuan tertentu. Sudah lama kata ini dikenal di Hindustan, ribuan tahun yang lalu. Sedangkan bahasa Inggris, mengenal kata “fasting”, konon dari bahasa Jerman “fasten” .


Kitab Mulia menggunakan kata “shiyam” merujuk kata puasa, tertulis sebanyak delapan kali. Semuanya dalam arti puasa menurut pengertian hukum Islam. Kadang, Kitab Mulia menggunakan kata “shaum” yang berarti menahan diri, misalnya untuk tidak berbicara (Qs, 19:26) – yang diceritakan pada kisah Maryam (Maria, Mariyah). Ketika Maryam diajarkan oleh malaikat Jibril as untuk tidak berbicara kepada seorang manusiapun, jika ada yang mempertanyakan kelahiran Isa as (Yesus). “Biarlah yang menjawab semua pertanyaan tersebut Isa as sendiri - sewaktu bayi”. Kata “shaum” juga digunakan sekali-kali dalam bentuk perintah Puasa di bulan Ramadhan, yang menunjukkan bahwa “puasa adalah baik untuk kamu”.
Bagaimanapun kata “shiyam” atau “shaum” – bagi kita – pada hakekatnya adalah menahan diri atau mengendalikan diri. Karena itu, kata puasa dipersamakan dengan sikap “sabar”, baik dari segi bahasa maupun pengertian kesabaran dalam berpuasa ( Dr. Quraish Shihab – Wawasan al Qur’an).


Dalam tradisi Islam, nilai berpuasa sangat tinggi, dan hak prerogatif Tuhan yang menilainya. Misalnya dalam sebuah hadist Qudsi menyatakan bahwa : “Puasa untuk-Ku, dan Aku yang memberinya ganjaran”. Nilai tiap orang berbeda-beda dalam menjalankan puasanya.


Pertama-tama , kita akan meluruskan beberapa hal. Shiyam atau Shaum hanya diserukan bagi orang-orang yang beriman, bukan untuk Muslim atau orang yang beragama Islam – tetapi Muslim yang “merasa” beriman. Ini dimulai dengan dorongan kepada umat Islam yang beriman untuk melaksanakan dengan baik, dengan ikhlas. Perhatikan (Qs, 002:183), ia dimulai dengan panggilan mesra. “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan kepada kamu untuk berpuasa”. Ditambah keterangan lainnya, bahwa puasa telah lama dikenal oleh umat-umat terdahulu (min qablikuum), berbagai riwayat menunjukkan telah dikenal sejak Ibrahim (Abraham), Musa (Moses) hingga Isa as (Yesus). Tujuannya “supaya kamu bertakwa” atau “la’allakum tattaquun”.


Nabi memberi keterangan sehubungan dengan kalimat “supaya kamu bertakwa” ini. Misalnya saja: “ Banyak diantara orang yang berpuasa tidak memperoleh sesuatu dari puasanya, kecuali rasa lapar dan dahaga”. Karena tidak “sabar”, berkata kurang baik, berperi laku tidak sesuai dengan apa yang menjadi pedoman puasa. Dengan demikian, menahan diri “dari lapar dan haus” bukan tujuan utama puasa. Banyak juga manusia yang berpuasa karena alasan lain, misalnya demo untuk protes, penyucian diri, untuk kesehatan dan lain-lain. Tetapi puasa di bulan Ramadhan, benar-benar karena ingin mendapat ridha dari Tuhan semata.


Takwa dari sisi bahasa, menurut Dr Quraish Shihab bermakna “menjauhi, menghindar” atau “menjaga diri”. Namun ada yang “aneh”, secara harfiah, kalimat perintah ini berarti: “Jauhilah dan jaga dirimu dari Allah”. Dengan demikian harus ditafsirkan sebagai menghindari, jauhi dan menjaga diri agar supaya tidak mendapat hukuman (koreksi, imbalan) dari Tuhan – karena melanggar batas. Baik itu hukuman didunia sebagai peringatan atau koreksi, maupun hukuman di akhirat sebagai buah perbuatan di dunia. Takwa adalah bentuk usaha menghindari diri dari perbuatan-perbuatan buruk, yang menyebabkan kita mendapat peringatan, koreksi atau hukuman dari Tuhan. Makin jauh dari perbuatan-perbuatan tercela – makin bertakwalah kita.
Syeikh Muhammad Abduh, pemikir Islam, memberi pernyataan yang lebih tegas, “0rang-orang bertakwa adalah orang-orang yang setiap saat merasakan kehadiran Tuhan, sehingga ia merasa takut untuk berbuat hal-hal yang buruk”. Termasuk berdusta, melanggar janji, berkata tidak ada manfaatnya, dan menyakiti hati orang lain dan selalu memikirkan bagaimana beramal saleh.


Dengan berpuasa di bulan Ramadhan, Muslim beriman dilatih untuk berbuat sesuatu yang akan menambah ketakwaannya. Sehingga ia lama-lama – setiap saat akan merasakan kehadiran Tuhan Sang Pencipta – dan tidak berani berbuat hal-hal yang buruk dan tidak berguna, serta memperbanyak hal-hal yang baik yang bermanfaat bagi lingkungannya, bagi masyarakat setempat, bangsa dan Negara. Memberikan kontribusi positif, dan ikut membantu membangun peradaban manusia. Sesuai tugas utama seorang khalifah yang dibebankan kepada generasi Adam as di Bumi dan lingkungannya. Makluk berakal dan berbudaya yang dituntut selalu memberi rahmat bagi alam semesta.


Paling tidak ada tujuh manfaat lahir dan batin, menurut para pakar, jika dilakukan dengan benar (Muslim World League Canada Office):


1. Memberikan rasa cinta yang tulus kepada sesama manusia yang kekurangan makan dan minum.
2. Mananamkan rasa akan adanya kehadiran Tuhan didekat kita.
3. Memberi pelajaran akan disiplin program, waktu dan harapan. Ujung-ujungnya sikap lebih optimistik.
4. Melatih kejiwaan, lebih transparan, toleran, clear of mind, dan puluhan manfaat fisik yang telah dibuktikan dalam jurnal kesehatan.
5. Memupuk rasa sosial, kebersamaan dan kesadaran bahwa makhluk manusia memiliki status yang sama, tidak ada yang diunggulkan.
6. Melatih perilaku yang lebih baik dan kontributif.
7. Suatu pelajaran yang efektif dalam penggunaan “will power”, dalam manajemen.


Tetapi jika ia berpuasa dengan cara yang tidak benar, maka yang didapat hanyalah ”rasa haus dan lapar”. Tidak ada manfaat apa-apa.


Sruktur Kitab Mulia Yang Unik.


Uraian Kitab Mulia al-Qur’an tentang Puasa di bulan Ramadhan terdapat dalam sejumlah ayat, yaitu pada Surat (Surah) Al Baqaarah/Sapi Betina, nomor 183, 184, 185, 187. Susunan nomor ayatnya “aneh”, karena tidak berurutan. Lompat dari nomor 186 ke 187.


Ayat nomor 186, awalnya, menjelaskan tentang pertanyaan orang Quraisy di Makkah kepada Nabi, “Dimana Tuhan Muhammad berada?” Maka direspon dengan firman Illahi:
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), sesungguhnya Aku dekat. Aku (Tuhan) memperkenankan permohonan orang yang berdoa kepada-Ku………” (Qs, 002:186).


Nah disini uniknya susunan Kitab Mulia, jika digit angka nomor surat dan nomor ayat dijumlahkan, maka ia akan membentuk bilangan yang kelipatan 19, bilangan prima kode utama Kitab Mulia. Perhatikan, dimulai dari nomor surat, yaitu angka 2.


2 + 1 + 8 + 3 + 1 + 8 + 4 + 1 + 8 + 5 + 1 + 8 +7= 57. Bilangan 57 adalah bilangan kelipatan 19, karena ia adalah 19 x 3.


Sekarang pembaca mengerti dan paham mengapa, ayat keterangan tentang puasa di bulan Ramaddhan tidak berurutan, ia digeser dari nomor 186 ke 187. Sebab, jika berurutan, maka bilangan yang didapat bukanlah 57 tetapi 56. Angka 56 bukan bilangan kelipatan 19, karena tidak habis dibagi oleh angka 19.


Bagaimana pembaca ? Mulai paham arti kripto dalam Kitab Mulia?


Sudah siap dengan yang lebih sulit?


Kita ringkas saja ya ….penjelasan berikutnya.


Pada dasarnya, ayat-ayat yang memerintahkan puasa dalam bulan Ramadhan, memiliki kode 7 yang lebih rumit. Dengan “cypher” atau “pembuka kode” kata Allah, dimana tersusun dengan 3 abjad, yaitu: Alif, Lam dan Haa. Nah, jika pembuka kode dengan 3 abjad ini diterapkan pada tiap kata dalam ayat tersebut diatas, maka kita akan mendapatkan bilangan yang panjang, yang merupakan kelipatan 7.


Kita ambil contoh ayat 183, terdiri dari 14 kata (7 x 2). Dimulai dengan kata ”yaa ayyuha”, terdapat abjad “alif dan “haa”, maka kodenya “3”, karena jumlahnya tiga, dua “alif” dan satu “haa” (harus lihat teks Arabnya). Demikian seterusnya, hingga kita mendapatkan kode ayat 183 adalah 14 digit angka:


3 2 2 0 2 3 2 0 1 2 1 2 3 0


Bilangan diatas adalah bilangan kelipatan 7, karena ia, 32202320121230 = 7 x 4600331445890.


Artinya setiap susunan abjad, dan kata serta kalimat harus didusun sedemikian rupa, hingga tiap satu ayat membentuk kode bilangan kelipatan 7, dengan pembuka kode kata “Allah”, yang terdiri dari 3 abjad, Alif, Lam, dan Haa.


Tidak terbayangkan bukan.


Dan akhirnya, "Happy Shaum" bagi yang akan berpuasa.


SUMBER: ARIFIN MUFTI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar